Jakarta (Pinmas)--Menteri Agama Suryadharma Ali setuju koruptor harus mendapat hukuman yang setimpal karena merugikan rakyat dan bangsa. Namun semangat pemberantasan korupsi bukan berarti membiarkan jenazah koruptor tidak dishalati, sehingga berkembang orang yang sudah mati diadili dulu untuk mengetahui apakah ia koruptor atau bukan.
"Nanti bisa ada pengadilan jenazah, yang mau dikubur dihakimi dulu apa pantas dishalati atau tidak," kata Suryadharma Ali usai berbuka bersama dengan pejabat Kementerian Agama dan pers dikediamannya, komplek pejabat tinggi negara Jl Widya Chandra No. 9 Jakarta, Senin (23/8) sore.
Padahal lanjut dia, shalat jenazah merupakan fardu kifayah,setiap mayit yang beragama Islam maka kewajiban umat muslim di wilayah itu untuk menyalatinya. "Itu kan wilayah fikih. Orang yang mati itu harus dimandikan, dikafani, disalatkan dan dimakamkan. Itu hukumnya fardu kifayah," kata Suryadharma.
Dijelaskannya, terpidana korupsi yang sudah menjalani hukumannya sudah mendapatkan balasan atas kesalahannya. Maka itulah ada Lembaga Pemasyarakatan (LP) yang salah satu fungsinya meluruskan orang yang bersalah agar seorang kembali ke jalan yang benar. "Kalau di sini sudah mendapatkan balasan, mengapa melarang untuk dishalatkan?" tanya Suryadharma yang saat itu mengenakan baju koko berawarna putih.
Seperti diketahui kecaman anti korupsi kian bersemangat. Seperti wacana `Koruptor Itu Kafir` dan imbauan tidak mensalatkan koruptor kini tengah berkembang menjadi kontroversi. Menteri Agama Suryadharma Ali memahami munculnya wacana tersebut merupakan bentuk dari semangat pemberantasan korupsi.
Tapi diingatkan agar semangat tersebut jangan sampai melanggar masalah fikih. "Ya terlalu bersemangat. Tapi masalah kafir atau salat itu kan wilayah fikih, wilayahnya ulama, bukan wilayah KPK (hukum)," kata menteri yang juga Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan ini (sumber : kemenag.go.id)